Terima kasih untuk semua pihak yang telah berpartisipasi pada Perayaan Natal di Panti Werdha Santa Anna, Minggu 21 Desember 2014. Semoga Tuhan membalas budi baik anda semua.

12 April 2008

Tidak Melihat Bukan Halangan untuk Bersyukur dan Melayani Tuhan


Malam itu, sekelompok orang muda yang menamakan diri “Trinity” Vocal Group sedang berlatih bernyanyi. Seorang diantaranya sedang melantunkan nada soprannya. Lagu yang dibawakan Ave Maria. Lagu tersebut akan dibawakan pada Misa pemberkatan perkawinan di gereja Santo Andreas Kim Tae Gon di penghujung tahun 2007. Siapa gerangan gadis itu?
Nama gadis itu Fransisca Febrianti Wardani. Nama panggilannya Febri atau Dani. Febri lahir di Bandung, 20 Pebruari 1985. Sejak kecil, gadis yang periang ini memang senang menyanyi. Hobi lain renang dan bermain keyboard. Sama dengan teman lain seusianya, saat duduk di bangku SD Febri punya banyak teman dan senang bermain. Tidak ada yang dirasakan lain oleh Febri. Ia dapat membaca, menulis, menggambar, menonton televisi. Namun di usianya yang kesepuluh (saat itu duduk di kelas IV SD) ada sesuatu yang Febri rasakan beda. Penglihatannya mulai dirasakan menurun. Orangtua membawa Febri ke dokter, namun tidak ada tanda-tanda menuju perubahan.
Waktu berjalan terus. Sampai akhirnya, tahun 1999, dokter memvonis Febri. Febri dinyatakan mengalami gangguan Retina Pigmentosa. Pigmen di retina mata menghalangi cahaya masuk. “Gangguan seperti ini tak dapat dipulihkan,” demikian dokter. Febri mengalami low vision. Buat Febri ini adalah cobaan paling berat yang pernah ia rasakan. Terlebih sejak itu, teman-teman menghindar dari Febri. Semangat belajar tidak ada.
Dengan sisa semangat, Febri tetap sekolah. Bagi Febri dan kedua orangtuanya tak ada pilihan lain. Apapun keadaan yang dialami, sekolah tetap penting. Cobaan berikutnya datang. Saat lulus SD, Febri mendaftar di sekolah asalnya. Niatnya masuk SMP. Tetapi apa yang terjadi? Febri ternyata ditolak. Ia disarankan mencari SMP lain. Ia tidak putus harapan. Ia mencoba mendaftar di SMP lain di wilayah Jakarta Timur. Febri dinyatakan diterima. Di sekolah yang baru ini ia tidak mengalami kesulitan. “Teman-teman baik-baik semua. Semua mau mengerti dengan keadaan saya dan mereka menerima saya. Tidak membeda-bedakan,” kenang Febri.
Sampai suatu hari di tahun 2000, Febri diperkenalkan oleh seseorang tentang keberadaan Biro Tunanetra “Laetitia”. Satu lembaga dibawah naungan Yayasan Lembaga Daya Dharma milik Keuskupan Agung Jakarta. Febri bergabung didalamnya. Ia mulai belajar huruf Braille, belajar bagaimana orientasi mobilitas, sosialisasi dan hal lain yang dibutuhkan. Febri menemukan banyak teman lain di lembaga ini. Sampai akhirnya ia menyadari bahwa ia harus bangkit. Ia senantiasa berdoa kepada Tuhan “Tuhan aku percaya didalam kesulitanku ini, Engkau punya rencana yang indah buatku. Kuatkanlah aku Tuhan,” demikian bunyi doa yang terus dilakukan Febri.
Dengan kekuatan doa dan pendampingan yang tak pernah putus dari kedua orangtuanya, Febri makin menyadari bahwa kekecewaan tidak pernah akan menyelesaikan masalah. Ia mulai aktif. Hadir di perayaan Ekaristi yang rutin diadakan “Laetitia” dan bergabung dalam berbagai kegiatan yang diadakan “Laetitia”. Lepas SMP, Febri melanjutkan ke SMA yang sama. Tidak ada masalah. Bahkan ia pernah menduduki rangking 4 dari 40 siswa di kelasnya.
Lulus SMA, Febri mendaftar di salahsatu universitas besar di bilangan Jakarta Barat. Jurusan yang ia minati adalah psikologi. Dari beberapa test yang harus dilaluinya, Febri akhirnya dinyatakan dapat diterima di universitas itu. Saat ini Febri duduk di semester tujuh. Prestasinya lumayan. Indeks prestasi pada semester terakhir tiga koma limabelas. Kuliah di tempat yang cukup jauh dari Kelapa Gading tidak masalah buat Febri. Bahkan kadang dengan temannya, Febri naik angkot untuk pulang kuliah.
Mengenai keikutsertaannya di “Trinity” Vocal Group, Febri berujar: “Melalui kegembiraan yang dialami orang lain, saya ingin melayani Tuhan. Bernyanyi dengan sepenuh hati”. Saat ini, sebagai anggota Legio, Febri juga kerap mendampingi para prodiakon dalam memberikan komuni bagi orang-orang yang sedang sakit. Mengunjungi para opa-oma dan aktifitas Legio lainnya. Di rumahnya, ia juga menyediakan tempat bagi pertemuan komunitas sel, bagian dari kelompok Persekutuan Doa Santo Yakobus. Ia juga akif menjadi anggota koor Paroki Santo Yakobus. Putri bungsu dari pasangan FX Suwarno dan Maria Magdalena Susanti (umat di Lingkungan Petrus II Paroki Santo Yakobus) ini bercita-cita akan meneruskan jenjang S2. Obsesinya adalah membentuk lembaga pelayanan psikologi. “Saya tetap harus bersyukur dengan keadaanku ini. Kebaikan Tuhan terlalu banyak untuk saya sebutkan satu persatu. Maka saya akan terus melayani Tuhan dan tetap setia kepadaNya,” demikian Febri menutup bincang-bincangnya.

Yohannes Sugiyono Setiadi
yssetiadi@yahoo.com.au